Memberi Nasihat dengan Cerita
Pertama-tama mari
kita mulai dengan bacaan basmalah dan suratul fatihah, harapannya apa yang kita
bahas pagi ini akan membawakan keberkahan tersendiri buat kita semua.
Yang kedua semoga
sholawat serta salam senantiasa kita lantunkan untuk uswah hasanah kita,
Rosululloh SAW.
Yang ketiga saya ucapkan salam hormat pada Njenengan semua, terimakasih sudah bergabung di grup ini untuk belajar Bersama saya, untuk itu saya mohon ijin berbagi sesuai dengan kemampuan saya yang tak seberapa, semata menunaikan amanah untuk berbagi cerita pada Njenengan semua.
Bismillahirrohmanirrohiiim
عَÙ†ْ تَÙ…ِيمٍ الدَّارِÙŠِّ Ø£َÙ†َّ
النَّبِÙŠَّ صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ Ù‚َالَ الدِّينُ النَّصِÙŠØَØ©ُ Ù‚ُÙ„ْÙ†َا
Ù„ِÙ…َÙ†ْ Ù‚َالَ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ ÙˆَÙ„ِÙƒِتَابِÙ‡ِ ÙˆَÙ„ِرَسُولِÙ‡ِ ÙˆَÙ„ِØ£َئِÙ…َّØ©ِ الْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ِينَ
ÙˆَعَامَّتِÙ‡ِÙ…ْ
Artinya: Dari Tamim ad-dari bahwa Nabi SAW bersabda:” ad-Din adalah nasihat”. Kami berkata untuk siapa? Rasul menjawab:” Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, untuk pemimpin Islam dan umatnya” (HR Muslim, Abu Dawud dan an-Nasai’i)
Makna Nasihat
Nasihat secara bahasa
dari kata ‘nash’ yang berarti halus, bersih atau murni, lawan dari curang atau
kotor. Sehingga jika nasihat tersebut dalam bentuk ucapan harus jauh dari
kecurangan dan motivasi kotor. Sedangkan secara istilah, sebuah kata yang
mengungkapkan kemauan berbuat baik kepada obyek yang diberi nasihat. Berkata
Ibnu Shalah: Nasihat adalah kata-kata yang mencakup aktivitas seorang nasih
kepada yang diberi nasihat dalam bentuk iradah (tekad) dan perbuatan.
Disebutkan ‘nashaha tsaub’ artinya menjahit baju, seolah orang memberi nasihat
seperti orang yang menjahit lubang-lubang yang ada baju.
“Agama adalah nasihat.” Para sahabat bertanya ‘Untuk
siapa?’
Beliau menjawab ‘Untuk
Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan umat muslim
seluruhnya.” (HR. Muslim, no. 55).
Namun menyampaikan nasehat tidak boleh serampangan dan sembarangan. Ada adab-adab yang perlu diperhatikan ketika menyampai nasehat kepada orang lain, antara lain:
1. Niat Ikhlas
Siapapun akan sepakat bahwa keikhlasan hanya bisa tumbuh dari hati yang bersih, maka kita juga sepakat sesuatu yang berawal dari hati akan sampai ke hati, Insyaalloh
2. Menasehati dengan cara yang benar sesuai syariat
Dalam hadits dari
Abu Sa’id Al Khudhri radhiallahu’anhu, Nabi SAW memberikan tingkatan urutan
dalam mengingkari kemungkaran. Beliau SAW bersabda, “Barang siapa yang
melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka
ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan itu
adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, no.49).
Hadits ini menunjukkan bahwa ketika tidak kemampuan untuk mengingkari dengan tangan maka tidak boleh nekat tetap melakukan pengingkaran dengan tangan, walaupun niatnya baik. Namun berpindah kepada cara selanjutnya yaitu mengingkari dengan lisan. Ini mengisyaratkan wajibnya mengikuti tuntunan syariat dalam ingkarul mungkar dan juga dalam nasehat.
3. Menggunakan Kata-Kata yang Baik
Nabi bersabda:
الْÙƒَÙ„ِÙ…َØ©ُ الطَّÙŠِّبَØ©ُ صَدَÙ‚َØ©ٌ
“Kata-kata yang baik adalah sedekah.”
4. Tabayun
Ketika akan memberikan nasehat kepada orang lain, kita tak boleh mendasarkan pada kabar yang tidak jelas dan
simpang-siur. Karena kabar yang tidak jelas atau simpang siur bukanlah ilmu dan bukanlah informasi
sama sekali. Orang yang menyampaikannya disebut orang yang melakukan kebodohan.
Allah ta’ala berfirman, “Wahai orang- orang yang beriman,
jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita
penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian
menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya
kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.” (QS. Al-Hujurat:
6).
Maka hendaknya cek dan ricek, klarifikasi dan konfirmasi, sebelum beranjak untuk memberikan nasehat.
5. Jangan Suudzon
Hendaknya kita mencari kemungkinan-kemungkinan baik bagi saudara kita
sesama Muslim, selama masih memungkinkan. Muhammad bin Manazil rahimahullah
berkata,
“Seorang mu’min itu mencari udzur (alasan-alasan baik) terhadap saudaranya. Sedangkan seorang munafik itu mencari-cari kesalahan saudaranya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman no.10437)
6. Jangan Memaksa Nasihat diterima
Ibnu Hazm Al Andalusi rahimahullah mengatakan, “Jangan engkau
menasehati orang dengan mempersyaratkan harus diterima nasehat tersebut darimu,
jika engkau melakukan perbuatan berlebihan yang demikian, maka engkau adalah
orang yang zalim bukan orang yang menasehati. Engkau juga orang yang menuntut
ketaatan bak seorang raja, bukan orang yang ingin menunaikan amanah kebenaran dan
persaudaraan. Yang demikian juga bukanlah perlakuan orang berakal dan bukan
perilaku kedermawanan, namun bagaikan perlakuan penguasa kepada rakyatnya atau
majikan kepada budaknya.” (Al Akhlaq was Siyar fi Mudawatin
Nufus, 45).
Dan memberi nasehat adalah amalan shalih, ia akan diganjar pahala walaupun nasehat tidak diterima.
7. Jangan Menasehati di muka umum
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri. Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian. Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya. Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku. Maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti.” (Diwan Asy Syafi’i, hal. 56)
8. Jangan Melakukan Tahrisy (Hal-hal yang memancing pertengkaran dua belah pihak)
Ketika berusaha memberikan nasehat jangan melakukan Tahrisy. Apa itu tahrisy? Ibnu Atsir rahimahullah mengatakan, “Tahrisy adalah memancing pertengkaran antara orang-orang satu sama lain.” (Jami’ Al Ushul, 2/754).
9. Mempersiapkan kondisi psikis orang yang mau dinasehati sebelum nasehat disampaikan.
Logikanya, dalam menasehati, kita sedang bersinggungan dengan hati, jiwa dan psikis mereka, bukan dengan fisiknya. Sehingga, hati dan jiwa tersebut harus diberikan stimulus terlebih dahulu agar siap menerima nasehat yang akan disampaikan.
Nah, membaca uraian yang sangat Panjang diatas,
maka apa hubungannya dengan cerita?
Saya bicara dari pengalaman sebagai praktisi story
teller (Juru Cerita / Juru Kisah / Pendongeng) yang tanpa sadar mengawali masuk
dunia bercerita di tahun 1997.
Pertengahan tahun 1997 adalah awal tahun ajaran
baru yang sangat menyenangkan, karena saya diterima di Fakultas Teknologi
Pertanian Brawijaya, sangat tak nyambung (kelihatannya) dengan dunia yang saya
geluti saat ini. Namun, disinilah Alloh menumbuhkan kecintaan bercerita itu
berawal.
Bergabung dalam Forum Kajian Keislaman Teknologi Pertanian (FORKITA) membuat saya
mendapatkan tugas mengajar di TPQ pinggir sungai Brantas. Berjumpalah saya
dengan anak-anak yang Bahasa sehari-harinya kata-kata yang kurang pantas
didengarkan oleh telinga, tak ada kemampuan saya untuk mengubahnya selain
memandang mereka dengan iba dan mendoakan mereka.
Namun, kesukaan saya membaca buku memantik sebuah
ide untuk membawa buku cerita dan membacakan untuk mereka. Niat awal saya hanya
ingin melihat mereka lebih tertib saat mengantri untuk membaca IQRA mereka di
depan ustadzah. Terobosan yang luar biasa, mereka mendengarkan saya membaca
buku cerita itu. Bahkan setiap kali datang saya akan ditagih untuk membacakan
cerita baru untuk mereka.
Terkadang, saya lupa membawa buku, namun tagihan
mereka untuk mendengar cerita saya akhirnya membuat saya nekad mengarang
beberapa cerita, macam Pinokio Digigit Lebah (ide cerita dari Pinokio yang suka
bohong, kalau di dongeng hidung pinokio panjang secara otomatis, lalu saya tambahkan
sebab kenapa hidung pinokio? Digigit lebah itu cukup nyata alasannya, hehehe!).
Intinya saat itu saya ingin anak-anak mengenal bahwa hidup ini selalu dipebuhi
oleh hukum sebab akibat.
Dari sini ada yang bisa menganalisis dengan 9 adab
yang saya sampaikan?
Di Desa, saya juga mengawali langkah yang sama,
musholla yang sepi saya bawakan sebuah kisah jelang maghrib sampai waktunya
muadzin mengumandangkan adzan. Satu persatu anak-anak hadir, akhirnya ada
puluhan anak yang menyukai cerita saya.
Apakah itu sudah dikatakan berhasil? Belum! Dimana nilai nasehatnya?
Pada dasarnya setiap hal baik yang kita sampaikan kepada orang lain adalah nasehat, entah untuk kita ataupun untuk mereka. Kita memberi nasehat karena kita peduli, karena kita mencintai mereka juga diri kita sendiri. Maka nasehat adalah bentuk cinta yang menjaga kita untuk tetap baik. Maka saat saya akhirnya memilih untuk terjun bebas ke dunia dakwah kisah bagi anak antara lain karena:
1. Keringnya nilai keimanan di dunia anak-anak
2. Kurangnya tokoh teladan yang baik dan nyata
3. Kurangnya sosialisasi kisah dengan Bahasa lisan yang menarik bagi anak-anak
Kita akan sangat mudah sekali mencari referensi
dongeng anak tentang apa saja, namun sedikit kesulitan saat mencari kisah atau
cerita berkarakter untuk anak. Maka jawabannya adalah kita harus banyak membaca
dan menyampaikan.
Pada satu masa saya pernah ketemu seorang anak yang
saat saya tanya, "Siapakah Tuhanmu?" dan dia menjawab,
"Setan!" saya ndelomong, "Tuhan ada berapa?" lagi- lagi dia
menjawab, "Tiga!" dan jawaban itu dianggap lucu, apakah itu lucu?
Sama sekali tidak, peristiwa itu semakin meneguhkan
saya untuk memilih dunia bercerita/kisah. Saya mencoba meluruskannya namun dia tertawa dan terus tertawa.
Hal-hal yang salah namun dianggap lucu kemudian dibiarkan akhirnya dianggap boleh dilestarikan. Semestinya ada cara untuk mendudukkannya dengan benar dan tepat.
Lantas Dimana Relevansi
Bercerita dan Nasehat?
Contoh 1
Karena saya bergelut di dunia PAUD sehari-hari,
saat anak menangis seringkali kita menenangkan dengan banyak cara, namun jarang
yang mau memakai cara baru yang seperti saya lakukan, hehehe!
Apakah cara Bu guru salah? Tentu tidak, karena
situasi kondisi yang mengharuskannya memilih demikian, “Cup sayang…, jangan
menangis, cuuup….”
Alhamdulillah, bertahun-tahun saya memakai cara
yang kurang lebih sama dengan modifikasi disesuaikan situasi dan kondisi
masing-masing tahun ajaran, saya akan mulai menangis di depan anak-anak sampai
mereka yang menangis diam. Kemudian saya hantarkan sebuah cerita tentang
seorang anak yang merasa takut sekolah karena ditinggal ibunya, dan belum
memiliki teman baru, namun setelah beberapa waktu ia mengenal teman baru dan
senang sekolah.
Ada yang
melihat relevansinya antara cerita dan nasehat?
Contoh 2
Ada 2 orang anak yang sedang berkelahi sampai salah
satu menangis. Seperti biasanya kita akan memisahkan mereka dari teman-temannya,
dengan kata lain mengamankannya. Nah, saat anak kembali tenang dan kembali
bergabung di kelas, maka saya akan hantarkan sebuah cerita tentang dua orang teman
yang berkelahi dan saling menyadari kesalahannya, sehingga saling meminta maaf.
Ada yang
melihat relevansinya antara cerita dan nasehat?
Contoh 3
Suatu ketika saya diminta mengisi sebuah taklim
anak dengan titipan kalimat, “Kami ingin anak-anak memiliki cita-cita tinggi
dan semangat juang pantang menyerah….”
Maka saya hadirkan kisah Alfatih, Salahudin Al Ayubi,
dan masih banyak tokoh muslim lainnya.
Ada yang
melihat relevansinya antara cerita dan nasehat?
Bagi saya konsep Quantum Teaching dengan kalimat “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka.” Sangat membekas. Maka menjadi pilihan yang bijak saat kita menghadirkan kisah pahlawan nyata yang jelas sumbernya.
Saya tak suka teriakan, saya tak suka kata-kata
yang menghardik dan kasar, saya sangat menyukai bahasa kiasan. Seperti Alloh
mengajari kita dengan sekian banyak ayatnya dengan kiasan agar kita menjadi
umat yang mempergunakan akal, dan juga menjadi orang yang berfikir, bahkan
menjadi orang yang ‘alim (mengetahui). Dan, masih banyak lagi sebutan lainnya. Itu
semua karena Alloh sayang.
Maka, mari kita mulai menceritakan hal baik di sekitar kita, hal-hal sederhana yang menginspirasi siapa saja yang membaca tulisan kita. Terimakasih FLP (KakMora79).
#inspirasiramadan #dirumahsaja #flpsurabaya #kakmora #KasihKisahDiRumah
Sumber bacaan:
http://www.dakwatuna.com/2011/10/27/15857/tentang-hadits-agama-adalah-nasihat/#ixzz6L8xn5uEt
https://www.islampos.com/ketika-beri-nasihat-pada-orang-lain-perhatikan-8-hal-ini-168266/
https://asysyariah.com/bertutur-kata-yang-baik-dan-berkata-manis/
https://annur2.net/metode-nabi-dalam-menasehati/
0 Komentar