Ramadan seakan enggan menyapa saya, hanya mengucap salam selebihnya saya harus bertempur dengan rasa sakit -bahkan- sampai sekarang. Saya patah hati seperti seorang kekasih yang tengah mengharap kedatangan jantung hatinya namun diabaikan setengah mati. 

Bermula di hari pertama Ramadan. Kondisi drop beberapa kali semenjak lockdown membuat saya sepi-sepi saja menyambut kedatangannya. Tak seperti biasanya yang gegap gempita dengan segudang acara.

Hari pertama saya sukses menyapa meski tak sempurna rasanya. Hari kedua mulai terasa, ada yang aneh dengan tubuh saya. Owh, ternyata disiang hari bolong saya harus membatalkan puasa dan menikmati cuti bulanan perempuan. 

Namun aktivitas menyiapkan berbuka meskipun apa adanya tetap saya lakukan karena suami dan sulung saya berpuasa. Dari sini sebenarnya semua berawal.

Saya mengajak memanfaatkan mentimun untuk membuat serbat yang segar saat berbuka. Dua kru saya membantu dengan senang. Segera saja serbat mentimun terhidang. 

Saya sudah punya kecenderungan darah rendah. Sebelum puasa saya sudah sempat drop 3 hari tak bisa bangun. Namun godaan segarnya serbat mentimun membuat saya lupa semuanya. Hanya 2 gelas saya minum. Kondisi haid mungkin salah satunya yang memperparah keadaan saya.

Hari ketiga saya oleng, tak bisa bangun lagi. Namun saya masih tetap mengetik, baca buku, dan masih melakukan aktivitas lainnya meski serasa tak 100%.

Salahnya adalah saya tidak peka, masih saya ulangi minum serbat mentimun yang tersisa di kulkas. Mulailah migrain menyerang, berpindah-pindah. Mulai dari kepala sebelah kiri dan pindah ke kanan. Sangat mengganggu aktivitas, namun sekali lagi saya abaikan. Sampai saya tak bisa bangun, benar-benar tak bisa bangun. 

Mual, muntah, migrain. Paketan lengkap. Saya tumbang setelah sepekan bertahan dan menganggap rasa sakit yang ada akan berlalu saat haid selesai. 

Namun, agaknya saya salah. Setelah sepekan saya kembali berpuasa dan terkaparlah saya hingga hari ini.

Menyerah dengan menyambangi dokter. Namun terus berikhtiar untuk kesembuhan saya. Maka saya menulis diujung kesadaran paling purna, sekalipun seperti saat ini sambil menikmati cenut-cenut migrain sebelah kiri.

Foto tahun 2011


Saya yang tak peka membaca pertanda, namun masih ada kesempatan mengeja makna saat sakit begitu merajalela. Siapalah hamba bila kita tak dapat ijinNya. Semoga Alloh mudahkan semua usaha kita untuk sembuh, sehat, dan menebar manfaat sesuai kemampuan kita, Lahumul Fatihah....

Mohon maaf, saya curhat panjang, semoga berkenan, dan semoga esok diberikan kesembuhan. Aamiin yaa robbal alamiin....

#Inspirasiramadan #dirumahsaja #flpsurabaya