Seperti saya katakan saat pertamakali menulis dalam rangka 20 hari menulis tanpa henti yang diselenggarakan oleh FLP Surabaya, sungguh ramadan tahun ini adalah ramadan yang tak biasa sekaligus luar biasa bagi kita semua.

Sumber : Pinterest


Ramadan kali ini kita dipaksa memaknai dengan cara yang berbeda karena pandemi korona. Kita menjadi orang rumahan dengan segala aktivitas terbatas namun diharapkan (bila tak boleh dikatakan dituntut) berkualitas. Maka ada banyak kisah dalam rumah tentang sekolah rumah ataupun bekerja dari rumah. Meski demikian masih banyak saudara kita yang harus terus keluar rumah demi mencari nafkah.

Ramadan kali ini juga memiliki kisah tersendiri bagi saya dengan mengenal, mengobati, dan pada akhirnya berkawan dengan asam lambung di sepanjang ramadan.

Mungkin ramadan saya kali ini saya tak berdiri di barisan pemenang, saya sedih karena tak mampu memenangkan ramadan kali ini dengan segenap kemuliaan yang disandang, namun saya tak ingin meratapi kekalahan yang saya rasakan. Cukuplah duka itu untuk saya, namun yang ingin saya bagikan adalah hikmah yang saya rasakan saat asam lambung menyerang dan saya harus bertahan.

Sepele ya kedengarannya, hanya sakit lambung. Namun saat menyerang (sekalipun mungkin ada yang berpendapat tak seharusnya saya menyerah), yang saya fikirkan adalah bagaimana segera sehat dan beraktifitas kembali dengan segera. Namun, sepertinya bukan pasrah seperti itu yang diharapkanNya. Mungkin sebaiknya saya hanya menikmatinya. 

Hari pertama serangan asam lambung saya merasakan migren yang luar biasa. Entah apa yang saya rasakan karena saya tak bernafsu untuk makan, hanya minum saja dan terus minum. Mual dan rasa ingin muntah terus menyerang. Akhirnya saya hanya bisa memilih rebahan dan tertidur kelelahan. 

Dan pekan kedua serangan paling hebat terasa, rasa sakit sudah tembus ke punggung, migren serasa menyerang alis mata tembus bagian belakang kepala hingga tak bisa bergerak bebas.

Alhamdulillah, bantuan pijat refleksi sedikit mengurangi penderitaan saya. Pada pekan ketiga nafsu makan mulai kembali, sayangnya setiap makan harus langsung dimuntahkan. Pergilah saya ketemu dokter, setelah mendapatkan suntikan dan beberapa macam obat untuk dimakan. Saya masih harus menderita konstipasi hingga sepekan, berjuang untuk bisa BAB normal juga cukup berat. Pada hari ke-5 setelah bersua dokter saya bisa BAB meski dengan derita luar biasa.

Setelah kondisi tubuh mulai berangsur sehat meski belum pulih betul, saya pun menyibukkan diri membaca apa asam lambung, kenapa bisa terserang asam lambung, pengobatan apa yang harus saya terima, dan bagaimana mengalahkannya agar bisa kembali sembuh dan sehat seperti sediakala. Sangat terbantu dengan artikel penyakit asam lambung.

Saat konstipasi menyerang, saya juga membaca cara untuk mengatasinya, maka saya sangat terbantu dengan artikel Penyebab feses lengket. Setidaknya meski perawatan dilakukan secara mandiri di rumah, saya tetap mampu melakukannya dengan baik.

Alhamdulillah, di penghujung ramadan, saat semua berhitung kemenangan, saya pun menghitung berapa banyak kekalahan yang saya tanggung. Namun hal tersebut takkan menghentikan saya berusaha menjadi pribadi bercahaya sekalipun sinar terang dalam diri saya tak sebesar mereka yang menang.

Percayalah, segala sesuatu yang kita usahakan akan menjadi kebaikan selama kita lakukan dengan penuh ketulusan.

Maka, di Hari Kebangkitan Nasional 2020 ini, saya mensugesti diri dengan doa-doa baik àgar Alloh menjaga kita tetap baik dan mampu menetapi kebaikan.

Terimakasih FLP surabaya atas tantangan 20 hari menulis tanpa henti, semoga perjuangan untuk bertahan 20 hari ini menjadi sebuah kebanggaan tersendiri buat saya.

#inspirasiramadan #dirumahsaja #flpsurabaya